Praktikum Ekologi tumbuhan Produktivitas
LAPORAN
PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN PRODUKTIVITAS, Praktikum Biologi Ekologi Tumbuhan Produktivitas
PRODUKTIVITAS
I. Tujuan :
1.
Menentukan perubahan produksi dalam biomassa selama kurun
waktu tertentu
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
II. Teori singkat :
Produktivitas
adalah laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem. Produktivitas ekosistem
merupakan suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak
proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika
produktivitas pada suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu
yang lama maka hal ini menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika
terjadi perubahan yang dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan
lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di
antara organisme-organisme yang menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Aliran energi di
dalam ekosistem berhubungan dengan konsep produktivitas. Tumbuh-tumbuhan
berklorofil mampu menangkap energi cahaya dan mengolah serta menyimpannya
menjadi energi kimia berupa bahan organik. Energi kimia yang disimpan oleh
tumbuh-tumbuhan (produsen) disebut produksi atau lebih khusus lagi produksi
primer. Energi kimia ini merupakan energi pertama dari bentuk penyimpanan
energi. Kecepatan akumulasi energi pada produsen (autotrof) dikenal sebagai
produktivitas primer. Produktivitas primer adalah jumlah total energi kimia
berupa bahan organik yang dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan per satuan luas, per
satuan waktu, sering ditulis dengan calori/cm2/tahun atau bahan
organik kering dalam gram/m2/tahun .
Jumlah bahan
organik pada waktu tertentu persatuan luas disebut hasil bawaan (standing crop) atau biomassa. Hasil
bawaan selalu dituliskan sebagai berat kering dalam gram/m2 atau
kg/m2 atau 106 gram/hektar. Produktivitas primer
merupakan hasil fotosintesis oleh tumbuhan berklorofil termasuk ganggang.
Fotosintesis oleh bakteri dan kemosintesis juga menyokong produktivitas primer
walupun hasil keduanya sangat kecil. Jumlah total yang ditangkap dalam bentuk
bahan makanan oleh tumbuhan dengan proses fotosintesis disebut produktivitas
primer kotor.
Sebagian hasil
produksi primer digunakan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam proses respirasi.
Jumlah total energi kimia berupa bahan organik per satuan luas, per satuan
waktu setelah dikurangi energi untuk resprasi disebut produktivitas primer bersih. Produktivitas primer bersih inilah
yang berguna untuk manusia dan hewan (Dirdjosoemarto, 1993).
Organisme heterotrof mensintesis kembali energi yang
diperolehnya dan disimpan dalam jaringan heterotrof disebut produktivitas
sekunder. Produktivitas sekunder
merupakan produktivitas hewan dan saproba dalam komunitas. Produktivitas
komunitas diartikan sebagai jumlah bahan organik yang tersimpan dan tidak
digunakan oleh heterotrof. Contohnya produksi primer bersih dikurangi konsumen
heterotrof. Hewan adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri
(heterotrof), oleh sebab itu kebutuhannya akan energi tergantung pada produksi
primer bersih.
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu
ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis
maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem.
Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai
ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap
ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung
pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas
pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a.
Suhu
Berdasarkan
gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah
kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu
yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas.
b.
Cahaya
Cahaya
merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama
penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
c.
Air, curah hujan dan kelembaban
Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis,
sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas
fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal,
keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh
tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam
bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap
di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi
antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun
menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan
hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
d.
Nutrien
Tumbuhan
membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang
relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya
penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor
pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan
berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat
dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient
pembatas (limiting
nutrient). Pada banyak
ekosistem nitrogen
dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan
bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
e.
Tanah
Potensi
ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan
oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air
(H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 )
yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-)
dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen
selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian
bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi
ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
f.
Herbivora
Menurut
Barbour at al.
(1987) dalam Wiharto
(2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh
herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun
demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh
herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan
hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat
kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga
meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika
intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto
(2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara
menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia
tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi
herbivora.
Pengukuran
Produktivitas
Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena
terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan
metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu pengukuran energi dalam
skala tahunan. Berbagai metode dilakukan untuk mengukur produktivitas primer,
setiap prosedur memiliki keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Salah satu
metode dalam pengukuran produktivitas primer yang biasa digunakan adalah metode
pemanenan.
Metode ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas
primer. Caranya adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada di atas
permukaan tanah, baik pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang tumbuh di
dalam air. Bagian tanaman yang dipotong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh
airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan
produktivitas primer dinyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu,
misalnya sebagai gram berat kering/m2/tahun. Metode
ini menunjukan perubahan berat kering selama periode waktu tertentu.
Metode ini memang tidak cocok untuk mengukur produktivitas
primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan, misalnya perubahan biomassa
yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga
berkurangnya fitoplankton karena pemangsaan oleh hewan-hewan pada trofik di
atasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan
pengadukan. Metode ini umum dilakukan untuk lingkungan terestrial.
III. Alat dan Bahan
1.
Alat tulis dan kalkulator
2.
Koran
3.
Kuadrat besi ukuran ½ X ½ m
4.
Gunting, pisau, cutter
5.
Timbangan
6.
Oven
7.
Plastik
IV. Cara kerja
Klok gambar untuk memperbesar
V. Hasil Pengamatan
Data Pengamatan metode pemanenan untuk pengukuran produktivitas
Lokasi: dekat
Greenhouse
Luas lokasi
pengamatan: 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m2
Waktu Panen
|
Cuaca
|
Kelembaban
|
Indikator perhitungan
|
Plot
|
Jumlah (gram)
|
Rata-rata (gr/m2/2minggu)
|
|
I
|
II
|
||||||
To
24 Maret 2011
|
Cerah
|
76%
|
Berat Basah
|
99,73 gram
|
149,86 gram
|
249,59
gram
|
124,79
gr/m2 /2minggu
|
T1
7 April 2011
|
Cerah
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
36,5 gram
|
43,61
Gram
|
80,11
gram
|
40,055
gr/m2/
2minggu
|
T2
21 April 2011
|
Berawan
|
70%
|
Berat Basah
|
20,87
gram
|
54,41 gram
|
75,28
gram
|
37,64
gr/m2/
2minggu
|
Perbandingan
data pengamatan dengan kelampok lain (Kelompok 1)
Data Pengamatan metode pemanenan untuk pengukuran
produktivitas
Lokasi: dekat mading BPM
Luas lokasi pengamatan: 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m2
Waktu Panen
|
Cuaca
|
Kelembaban
|
Indikator perhitungan
|
Plot
|
Jumlah (gram)
|
Rata-rata (gr/m2/2minggu)
|
|
I
|
II
|
||||||
To
24 Maret 2011
|
Cerah
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
44,49 gram
|
26,53 gram
|
71,02
gram
|
35,51
gr/m2 /2minggu
|
T1
7 April 2011
|
Cerah
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
30,7 gram
|
31,06
Gram
|
61,76
gram
|
30,88
gr/m2/
2minggu
|
T2
21 April 2011
|
Berawan
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
21,19
gram
|
26,73 gram
|
47,92
gram
|
23,96
gr/m2/
2minggu
|
VI. Pembahasan
Praktikum
produktivitas kali ini menggunakan metode pemanenan yang dilakukan dengan
memotong bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah, tumbuhan yang
digunakan yaitu rerumputan pada plot yang berukuran 0,5 m x 0,5 m sebanyak 2
plot. Pemanenan dilakukan setiap dua minggu sekali sebanyak 3 kali pengambilan
data. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 s/d 09.50 wib. Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat,
karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Bagian
tanaman yang dipotong selanjutnya ditimbang, dan produktivitas primer
dinyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, yaitu
gr/m2/2minggu.
Aliran energi di dalam ekosistem dimulai saat terjadinya
proses fiksasi pada proses fotosintesis. Melalui fotosintesis energi cahaya
diubah menjadi energi kimia organik yang disimpan oleh tumbuhan sebagai batang,
biji, daun, buah, umbi, dan lain-lain. Sejumlah energi yang dikumpulkan oleh
tumbuhan disebut sebagai produksi atau lebih khusus disebut sebagai produksi
primer. Laju penyimpanan energi pada tumbuhan disebut sebagai produktivitas
primer. Seluruh energi yang disimpan sebagai akibat proses fotosintesis disebut
sebagai produksi primer kotor. Tumbuhan juga membutuhkan sejumlah energi untuk
hidupnya. Energi yang dipakai untuk kehidupannya diambil dari hasil
fotosintesis melalui proses respirasi. Jadi energi yang disimpan oleh tumbuhan
setelah dikurangi dengan proses repirasi disebut produksi primer bersih.
Produksi dinyatakan dalam satuan energi/satuan area/satuan waktu atau satuan
biomassa/satuan area/satuan waktu. Misalnya Kkal/m2/tahun, gram/m3/hari,
daln lain-lain (Dharmawan, 2005).
Pada
praktikum kali ini, secara umum diperoleh terjadinya penurunan berat
produktivitas dari pemanenan yang dilakukan. Hal ini menunjukkan terdapat
perubahan lingkungan yang nyata, hal tersebut didukung dengan teori menurut
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) yaitu jika produktivitas suatu ekosistem
hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan
kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka
menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem.
Sedangkan menurut Campbell (2002) terjadinya perbedaan produktivitas pada
berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam
setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas
bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Hal ini
diperjelas dengan keadaan cuaca plot yang tidak menentu yaitu terkadang hujan
dan terkadang panas bahkan dalam satu hari bisa mengalami kedua cuaca tersebut.
Terjadinya hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan
turun ke bumi bersama air hujan sehingga membuat lahan menjadi subur.
Kelembaban pada plot yang diamati cukup tinggi dan merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya
jumlah produktivitas. Hal ini diperkuat dengan teori menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007),
tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini
adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur
hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung
berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol
reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Berbeda
dengan kelompok lain, jumlah produktivitasnya lebih sedikit dari yang praktikan
dapatkan. Perbedaan ini disebabkan karena letak plot yang diamati berbeda. Plot
kelompok lain terletak di daerah yang menjadi jalan protokol orang-orang dan
daerah tersebut tidak terdapat tumbuhan lain disekitarnya. Plot praktikan
terletak di daerah yang bukan merupakan jalan protokol orang-orang dan terdapat
banyak tumbuhan lain disekitarnya. Daerah pengamatan praktikan juga merupakan
daerah yang terawat sehingga mendapat banyak nutrisi yang membuat rumput di
plot praktikan tummbuh dengan subur. Tetapi secara umum, jumlah produktivitas
kedua kelompok mengalami penurunan juga.
VII. Kesimpulan
1.
Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan
menggunakan metode pemanenan menunjukkan perubahan jumlah produktivitas yaitu
rata-rata dari 124,79 gr/m2/2minggu pada pemanenan
awal menjadi 40,055 gr/m2/ 2minggu kemudian menurun
lagi menjadi 37,64 gr/m2/ 2minggu.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya produktivitas
adalah cahaya, suhu, kelembaban, air, nutrien, tanah dan herbivor.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, Agus dkk. 2005. Ekologi Hewan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi
Dasar. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Resosoedarmo, Soedjiran. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya
CV.
0 comments:
Posting Komentar